Malam Terakhir Nginap di Mes Pulau Banyak, Para Buruh PT Delima Makmur Masih Tunggu Keputusan

Malam Terakhir Nginap di Mes Pulau Banyak, Para Buruh PT Delima Makmur Masih Tunggu Keputusan

Minggu, 28 Januari 2024

Para Buruh PT Delima Mas saat sesi wawancara oleh awak media di Mes Pulau Banyak, Kabupaten Aceh Singkil.

Metro7news.com|Aceh Singkil - Siang itu, di Mess (Rumah Singgah) Pulau Banyak di Jalan Syekh Hamzah Fansuri, Desa Pulo Sarok, Kecamatan Singkil di tengah terik matahari yang panas menerpa perumahan yang saat itu menampung enam kepala keluarga dari Kampung Napagaluh, Kecamatan Danau Paris.


Mess itu tampak penuh sesak dihuni enam kepala keluarga (KK), dari Desa Napagaluh, Kecamatan Danau Paris, wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara.


Keluarga perantauan itu dari Nias Selatan, Sumut. Namun sudah lama di Kecamatan Danau Paris, Aceh Singkil lantaran sudah dua tahun terakhir bekerja sebagai buruh kasar di sebuah perusahaan Perkebunan PT Delima Makmur. Mereka juga mengaku sudah memiliki identitas di Aceh Singkil berupa KTP.


Enam keluarga itu tampak ramai karena diikuti para istri, danAl anak-anak mereka mulai bayi yang masih disusui ibunya, ada juga yang sudah berumur tiga dan lima tahun, tampak bermain-main, bahkan dilengkapi seorang nenek dari pekerja tersebut. Seakan-akan tidak cukup di lingkungan itu untuk menampung mereka bermain-main, saking penuhnya. 


Salah seorang buruh dari enam kepala keluarga, Berkat Zebua, (35) saat ditemui wartawan di Mess Pulau Banyak itu, mengaku masih bertahan di Mess tersebut karena sudah memasuki empat malam di rumah singgah itu guna memperjuangkan nasib mereka. 


“Kami menginap disini karena pengusiran pihak PT Delima Makmur, sejak Selasa 23 Januari lalu,” kata Berkat Zebua.


Dirinya menyebutkan mereka bertahan sementara di Mess itu karena barang-barang bekal dirampas oleh mandor perusahaan PT Delima Makmur belum dikembalikan, bahkan tidak tahu dimana ditaruh. 


“Barang-barang kami berupa pakaian, tas, alat dapur, uang seadanya dan surat-surat berharga lainnya, jadi kami masih bertahan disini," ungkapnya.


Dikatakannya lagi, hal ini masih menunggu proses pengaduan melalui pendamping hukum atas nama Dewa Magdalena ke Polres Aceh Singkil karena tindakan penindasan oleh mandor perusahaan tersebut yang semena-mena.


"Setelah barang-barang kami pulang lagi ke kami dan ganti rugi pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaan PT Delima Makmur didapat, barulah kami angkat kaki dari lokasi ini,” sebutnya. 


Ditanya lebih dalam, hasil usaha dengan pemerintahan kabupaten setempat, yakni Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja untuk dimediasi dengan pihak perusahaan, dia menjawab masih belum ada titik temu, lantaran perusahaan tidak mau lagi menindak lanjuti sebagaimana yang diharapkan. 


“Padahal permasalahan itu terjadi adanya salah seorang mandor mereka yang sering menindas pihak kami selaku buruh,” tandasnya. 


Menurutnya, cara-cara Mandor perusahaan dalam mengatur teknis kerja sangat tidak layak, dimana jadwal kerja dimulai dari pukul 07.00 WIB pagi hingga ke Pukul 19.00 WIB malam baru pulang. 


“Kami sering kemalaman saat pulang kerja sehingga terkesan ditindas dan diintimidasi,” jelasnya. 


Lalu, sambungnya, atas hal itu pihaknya sebagai buruh kerap menyangkal sebagaimana aturan, namun karena dianggap pembangkang, pihak perusahaan membuat surat pernyataan ke manajemen perusahaan, tanpa surat peringatan dan sepengetahuan Dinas Transmigrasi Tenaga Kerja. 


“Sampai dipecat tidak ada pemberitahuan lebih dahulu dari perusahaan,” tuturnya. 


Jadi dalam hal ini, kata Berkat, pihaknya bersama pendamping hukum Dewa Magdalena sudah melaporkan ke Polres Aceh Singkil atas perampasan barang-barang berupa harta benda dan PHK.


“Kalau sudah penyelesaian dari barang-barang kembali dan selesai, baru kami cari kerja lain dan sebagian pulang kampung, ke Nias Selatan," imbuhnya.


Pada kesempatan itu, perhatian wartawan kepada wajah para buruh itu, terlihat lelah dan kusam. Begitu juga wajah dari anak istri mereka pada saat wawancara terlihat penuh harap. 


Perbekalan juga tak tentu sampai kapan bertahan. Bocah-bocah polos terlihat ada sekitar 18 orang hingar bingar berlarian seakan tidak peduli dan tidak tau apa yang sedang terjadi kepada para orang tua mereka. 


Mereka juga terlihat seperti bocah yang sudah pantas sekolah Paud dan pendidikan SD.


Didalam keheningan itu, Berkat Zebua kembali membuyarkan suasana. Bersuara lirih, saat masih wawancara dengan wartawan. 


“Kami sudah bekerja di PT Delima Makmur ini sudah dua tahun lamanya, bang," pungkas Berkat Zebua mengakhiri.


(jhonwer manik)