Ketua DPD CIC disambut baik atas kunjungannya ke Asisten 3 Bidang Pemerintahan Setdakab Aceh Singkil di ruang kerjanya. (doc-ist) |
Metro7news.com|Aceh Singkil - Ketua DPP .Corroption Investigation Committee (CIC), Bambang menegaskan bukan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang menjadi salah satu program pemerintah yang dijadikan kemitraan untuk pendukungan izin PT Delima Makmur seperti yang ditetapkan dan diputuskan oleh Kadisbun Aceh Singkil.
Seharusnya, kata Bambang, perusahaan Perkebunan PT Delima Makmur wajib mengalokasikan lahan plasma sebesar 20 persen untuk para petani.
Dan, itu dilakukan sesuai amanat Menteri Pertanian, bahwa lahan yang berada di luar Hak Guna Usaha (HGU) yang sudah dimiliki harus menambah 20 persen kepemilikan lahan untuk diberikan kepada petani rakyat.
Sambung Bambang lagi, itu dipertegas oleh Dirjen Perkebunan pada Kementerian Pertanian dalam keterangannya, pada seminar bertema "Kewajiban Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit Dalam Memfasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat".
"PT Delima Makmur bersedia membayar hak pekerja yang di PHK, namun hal itu tidak kunjung terealisasi," sebut Bambang.
"Jadi bukan PSR yang merupakan salah satu program pemerintah yang dijadikan kemitraan untuk pendukungan izin PT Delima Makmur seperti yang ditetapkan dan diputuskan oleh Kadisbun Aceh Singkil," ungkap Bambang kepada metro 7news.com, Senin (05/02/24).
Menurutnya, PT Delima Makmur belum melakukan kewajibannya membangun kebun plasma 20 persen dari luas HGU yang di mohonkan seluas 2576 ha. SK ATR / BPN di sebut sudah di keluarkan lahan plasma 20 persen.
"Namun faktanya tidak ada di terima masyarakat sekitar di Kecamatan Danau Paris, Aceh Singkil," tambahnya.
Sementara itu, Ketua DPD CIC Aceh Singkil, Khairul Amri meminta Pemerintah Aceh Singkil bertindak tegas dalam penanganan sesuai undang-undang dan aturan yang berlaku.
Sebutnya, perusahaan perkebunan yang sudah melanggar kewajiban tersebut harus dikenai sanksi administratif berupa denda, dan pemberhentian sementara dari kegiatan usaha perkebunan, dan/atau pencabutan izin usaha perkebunan.
"Sesuai UU nomor 39 Tahun 2014 yang diatur dalam pasal 58, 59 dan 60 tentang perkebunan, mewajibkan setiap perusahaan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan," tegas Khairul Amri.
Ia menjelaskan, kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun tersebut harus dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 3 tahun sejak HGU diberikan dan ini harus dilaporkan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
"Pembangunan kebun sawit bagi masyarakat sebagaimana yang dimaksud, dapat dilakukan melalui pola kredit, bagi hasil, atau bentuk pendanaan lain yang disepakati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," pungkasnya.
(jhonwer manik)