Gedung PN Tanjungbalai. |
Metro7news.com|Tanjungbalai - Rendahnya putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjungbalai atas perkara yang berkaitan dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dinilai tak memberikan dampak positif dan sama sekali tidak memberikan efek jera bagi para mafia TPPO di Provinsi Sumatera Utara, khususnya di Kota Tanjungbalai.
Seperti perkara dengan terdakwa Samsul Bahri, warga Jalan Husni Thamrin, Kelurahan Gading, Kecamatan Datuk Bandar, Kota Tanjungbalai yang hanya divonis selama 6 bulan pidana penjara dan denda sebesar 100 juta rupiah oleh Majelis Hakim PN Tanjungbalai, pada Selasa (12/12/23) lalu.
Diketahui, pada Minggu (02/07/23) tahun lalu, terdakwa Samsul Bahri dengan dua rekannya berinisial AS dan AL bersama 18 orang Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) berhasil diamankan oleh Personel Polres Tanjungbalai dari dua lokasi berbeda.
Lokasi pertama, di sebuah rumah di Jalan Anggur Kelurahan Selat Lancang Datuk Bandar Timur, Kota Tanjungbalai, Polisi mengamankan 4 orang CPMI. Sementara dari lokasi kedua, di Hotel Asahan Jalan Gereja Tanjungbalai, Polisi kembali berhasil mengamankan 14 orang CPMI yang dikumpulkan oleh Samsul Bahri Cs untuk diberangkatkan ke Malaysia melalui jalur tikus atau jalur gelap.
Penangkapan terhadap Samsul Bahri Cs kala itu, diduga kuat terkait praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Pada Sabtu (08/07/23) Polres Tanjungbalai pun kemudian menggelar Press Confrence terkait penangkapan mafia TPPO tersebut.
Mirisnya, berselang sebulan dari putusan Majelis Hakim PN Tanjungbalai, Samsul Bahri Cs langsung bisa menghirup udara bebas. Hal itu dikarenakan minimnya vonis yang dijatuhkan oleh Hakim PN Tanjungbalai terhadap Samsul Bahri Cs.
Terkait hal itu, Humas PN Tanjungbalai Joshua J.E Sumanti, SH yang merupakan Hakim Anggota pada persidangan tersebut kepada awak media buru-buru mengatakan bahwa perkara itu bukanlah perkara TPPO sebagaimana yang disebutkan oleh Polisi dalam Press Confrence yang digelar tahun lalu.
Menurutnya, perkara Samsul Bahri dengan nomor 232/Pid.Sus/2023/Pn Tjb merupakan perbuatan tindak pidana Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, sebagaimana diatur dalam pasal 83 jo. pasal 68 UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia jo, pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHPidana, dan bukan merupakan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Saat disinggung terkait minimnya vonis yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim dalam perkara tersebut, Joshua pun mengatakan bahwa ancaman hukuman dalam perkara pidana Perlindungan Pekerja Migran Indonesia maksimal hanya 5 tahun penjara. Dirinya juga mengatakan bahwa putusan yang diambil oleh Hakim telah sesuai dan relevan dengan fakta-fakta di persidangan.
"Kalau perkara PMI biasanya 6 atau 8 bulan gitu, pertimbangannya CPMI nya sewaktu diamankan belum berada diatas kapal. Ancaman hukumannya maksimal hanya 5 tahun. Kapolres bisa saja bilang TPPO, tapi dalam dakwaannya kan Perlindungan PMI," cetusnya di PN Tanjungbalai, Senin (12/02/24).
Menanggapi hal itu, Praktisi Hukum Robi Anugrah Marpaung, SH, MH yang berkantor di RAM And Assosiate Jakarta, kepada media, Selasa (13/02/24) melalui selulernya mengatakan, bahwa ada kekeliruan dalam statement Joshua J.E Sumanti, SH, Humas PN Tanjungbalai terkait ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara dalam pasal 83 UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tersebut.
Menurutnya, jika benar pasal 83 UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang disangkakan terhadap terdakwa Samsul Bahri, maka ancaman hukuman maksimalnya 10 tahun penjara dan denda sebesar 15 miliar rupiah.
Robi juga menyayangkan sikap Majelis Hakim PN Tanjungbalai yang menurutnya masih belum menunjukkan komitmen dalam pemberantasan TPPO yang dilakukan oleh para mafia PMI ilegal melalui jalur tikus disepanjang garis pantai Tanjungbalai Asahan.
Lebih jauh, Robi Anugrah Marpaung juga mengatakan, bahwa lemahnya komitmen PN Tanjungbalai dalam pemberantasan TPPO, ini akan berdampak pada berbagai aspek. Selain keselamatan, perlindungan warga negara, TPPO juga berdampak pada hilangnya pendapatan negara.
"Kalau vonisnya terlalu minim, maka tidak akan menimbulkan efek jera bagi para pelaku. Selain itu, minimnya vonis terhadap terdakwa akan menimbulkan multi tafsir ditengah masyarakat terhadap Integritas PN Tanjungbalai," terangnya.
(ds)