Oleh : Alfiannur Syafitri
Kepengurusan PWI Pusat di kepung bualan soal isu korup, terkait dana hibah berbentuk CSR dari Kementerian BUMN. Katanya, tindak pidana merugikan keuangan negara ini terjadi. Saat pengelolaan dana dalam penyelenggaraan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PWI Tahun 2023/2024 di 10 provinsi.
LaSikap itu diterakan tertulis oleh Dewan Kehormatan PWI Pusat, terhadap Ketua Umum dan beberapa pengurus harian. Kemudian, Dewan Kehormatan memberikan sanksi kepada para pengurus yang dianggap bertanggungjawab atas kejadian pelanggaran pengelolaan dana itu. Dalam pertimbangannya, Dewan Kehormatan menganggap Pengurus PWI Pusat tidak punya Standar Operasional Prosedur, terkait pengelolaan dana dari pihak ketiga diluar pengurus dan anggota.
Namun oleh Ketua Umum dan pengurus yang diberi sanksi, sikap Dewan Kehormatan itu diklarifikasi bahwa tidak ada penerimaan bantuan CSR berbentuk hibah dari Kementrian BUMN. Karena fakta yang ada, dijalinnya kesepakatan sponsorship (dukungan dana bagi penyelenggara satu kegiatan dari sebuah manajemen/partner manajemen, yang berhubungan juga dengan kegiatan promosi serta periklanan manajemen pendukung dana),
Dalam penyelengaraan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di 10 provinsi. Kerjasama sponsor ship ini, di tandandatangani dalam Surat Kesepakatan Bersama antara Forum Humas BUMN, dengan Pengurus Pusat PWI lewat surat Nomor S006/SPk/FHBUMNPWIPUSAT/XII/2023 dan surat Nomor 149-PLP/PP-PWI/2023 tanggal 15 Desember 2023.
Dari kedua kondisi diatas, yakni sikap Dewan Kehormatan, serta klarifikasi Ketua Umum. Jelas telah terjadi kekeliruan cara pandang terkait dana UKW yang bersumber dari dana pihak ketiga. Dewan Kehormatan menilai, dana yang diberikan adalah hibah dari Kementrian BUMN secara langsung. Sementara kondisi sebenarnya, dukungan dana untuk kerjasama dalam kegiatan UKW, yang disalurkan oleh lembaga-lembaga badan negara yang berhimpum di Kementrian BUMN lewat Forum Humas BUMN.
Sebenarnya secara organisasi, kekeliruan informasi dan perbedaan persepsi seperti ini tidak perlu diperpanjang. Karena kepengurusan dapat dimintai pertanggungjawabannya secara organisasi lewat forum tertinggi organisasi yakni kongres, pada akhir priodesasi kepengurusan. Tanpa harus menimbulkan kegaduhan, sampai mengundang para pihak lain yang tidak berhubungan secara langsung dengan kepengurusan PWI Pusat.
Dalam Kongres PWI, setiap pelanggaran administrasi, bahkan sampai pelanggaran pengelolaan keuangan dapat dimintai pertanggungjawaban. Baik secara administrasi, hingga dilanjutkan dengan mengundang auditor akuntan publik yang ditunjuk. Guna mengurai kisruh anggaran keuangan, lewat audit investigasi. Bila dipandang perlu oleh peserta kongres, hasil audit investigasi dapat ditingkatkan menjadi permasalahan hukum untuk diusut oleh aparat hukum terkait.
Katanya Korupsi
Tanpa bermaksud membenturkan para pihak yang bersikukuh dalam beda pemahaman, antara dana hibah dengan dana sponsor bagi dukungan kegiatan. Baiknya kita bahas isu dugaan korupsi yang belakangan seolah digantang menjadi santapan publik, sampai ada beberapa pihak yang kemudian katanya melaporkan masalah dugaan korupsi dana kegiatan UKW ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi dan Mabes Polri lewat Pengaduan Masyarakat (Dumas).
Tercatat ada 3 personal yang mengaku telah melaporkan dugaan prilaku korup personil kepengurusan PWI Pusat itu lewat Dumas (Pengaduan Masyarakat), yakni Presiden LIRA Jusuf Rizal yang juga Ketua Umum PWMOI (Perkumpulan Wartawan Media Online) dan Sekjen DPP MOI (Media Online Indonesia), serta salah satu wartawan anggota PWI yakni Edison Siahaan ke Mabes Polri.
Dan yang satunya lagi Wilson Lalengke, guru yang juga menyebut dirinya wartawan dan menjadi Ketua Umum PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia) di KPK. Wilson Lalengke adalah pemilik grup media Berita Istana Negara. Beliau terakhir divonis 9 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sukadana Lampung Timur pada 4 Juni 2022, terkait pidana perusakan karangan bunga.
Terlepas adanya 3 Dumas di Mabes Polri serta KPK itu, dan bakal ditindaklanjuti secara profesional dan proporsional oleh aparat penegak hukum. Baiknya kita sebagai wartawan yang kompeten, ikut bersama-sama menjaga informasi yang berkembang, dari sisi pemberitaan oleh media pers, sebagai sebuah produk pers dan karya jurnalistik.
Rambu Penulisan
Wartawan yang memiliki kompetensi sebagai praktisi pers dan terlibat dalam produk pers dan karya jurnalistik,selain dibuktikan oleh adanya pengakuan dari lembaga-instansi yang memiliki kewenangan mengeluarkan kompetensi yakni Dewan Pers. Harus juga telah melalui proses masa uji yang panjang, lewat karya produk pers, yakni tulisan berita. Dan terkait tindak pidana korupsi, produk pers berupa tulisan berita tadi, biasanya adalah liputan investigasi-liputan mendalam. Dan mengutamakan prinsip kehati-hatian, agar jangan sampai menimbulkan penghakiman sepihak kepada seseorang, melampaui belum adanya keputusan pengadilan/vonis yang dikeluarkan oleh lembaga peradilan.
Meskipun dilindungi oleh kalimat dan bahasa (dugaan-red), namun yang diinformasikan soal adanya korupsi itu hendaklah berupa data dan fakta yang sudah diklarifikasi, terverifikasi, bahkan sampai menjalani beberapa kali perulangan dan tindak lanjut verifikasi. Hingga sebuah kegiatan, dapat dikategorikan memenuhi unsur serta prosedur tahapan, yang masuk dalam kategori merugikan keuangan negara, yang dilakukan oleh perangkat dan pejabat negara, atau menguntungkan kelompok/pihak/perorangan tertentu. Jadi dugaan tindak pidana korupsi bukan sekedar asumsi berdasarkan perasaan, prasangka, atau kecemburuan belaka.
Sedikit saran kepada para pembaca yang saat ini dunianya sesak dipenuhi jutaan informasi oleh beragam platform media sosial dan media pemberitaan cetak terutama media pemberitaan online. Informasi dugaan korupsi tersebut beredar lewat media apa (mayoritas online). Apakah yang menginformasikan adanya kejadian/peristiwa tindak pidana korupsi itu adalah media sosial, atau lewat media penerbitan pers ? Sebab saat ini banyak media sosial yang menyaru dan mengaku sebagai media penerbitan pers (cetak atau online).
Karena untuk menjadi sebuah media informasi penerbitan pers, harus memiliki syarat sebagai sebuah media pers, yang memiliki badan hukum penerbitan penerbitan pers, dan melakukan tugas pers serta menghasilakan produk pers yakni tulisan berita atau karya jurnalistik. Yang dilahirkan oleh para wartawan dan jurnalis yang memiliki kompetensi.
Itulah sebabnya, informasi yang disebarluaskan oleh media penerbitan pers, seharusnya akurat, terpercaya, telah terverifikasi dan melewati berulangkali proses konfirmasi. Hingga dapat dijadikan sebagai alat bukti, dalam persidangan di pengadilan. Jadi bukan sekedar melepas dan menyebarluaskan informasi, sekedar viral saja (mengejar jumlah pembaca/penonton). Sekali lagi (maaf), sebutan Wartawan/Jurnalis Senior, bukanlah wujud kompetensi dari profesi wartawan/jurnalis yang menjalankan kegiatan pers dan jurnalistik.
Sebagai contoh, dugaan tindak pidana korupsi baru dapat masuk dalam tahap diterima menjadi laporan penyidikan, yang menjadi pintu masuk awal proses dimulainya perkara. Dalam wujud, berupa adanya Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTLP ).
Dan pastinya saat laporan itu diterima, pekerjaan ataupun kegiatan yang diduga masuk tindak korupsi itu, pelaksanaan kegiatanya telah selesai dilaksanakan. Jadi bukan saat kegiatan yang diduga korupsi, pekerjaan kegiatannya masih berjalan, apalagi baru dikerjakan.
Misalnya, dalam satu pekerjaan proyek pemerintahan semisal pembangunan aspal/pembetonan jalan, delik tindak pidana korupsi baru bisa dilaporkan saat pengaspalan atau pembetonan jalan itu telah selesai dikerjakan serta telah melewati jangka waktu pengawasan dan penyempurnaan pekerjaan proyek.
Jadi bukan dilaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi, saat pengaspalan dan pembetonan belum selesai dituntaskan, apalagi saat pekerjaan proyek baru mulai berjalan.
Vonis hukum pengadilan terhadap para koruptur hanya berlaku sekali terhadap sebuah perkara yang melibatkan koruptor. Tapi penulisan soal dugaan korupsi, bukan hanya mampu membunuh para terduga koruptor, namun juga dapat membinasakan keluarga, kerabat, bahkan lingkungan dan komunitas orang yang diberitakan melakukan korupsi, sebelum putusan vonis pengadilan di jatuhkan.
Itu sebabnya, pemberitaan terkait dugaan korupsi harus dilakukan media pers yang memenuhi standar sebagai media pers dan dikerjakan oleh wartawan dan jurnalis yang kompeten.
Tentang Penulis
Penulis adalah Wartawan di Medan dengan Kompetensi Utama di Dewan Pers dari PWI Sumatra Utara.
Penerima Beasiswa Pelatihan dan Penulisan Multikultural-Pluralisme, ICIP Jakarta, 2005
Penerima Beasiswa Pelatihan Penulisan Investigasi, LSPP Jakarta, 2012, dan buku Menelisik Anggaran Publik bersama 10 Wartawan Indonesia dijadikan referensi standar penulisan berita investigasi di tanah air.
Penerima Beasiswa Liputan Mendalam LSPP Jakarta, 2014, dan Buku Media dan Pelayanan Publik bersama 10 Wartawan Indonesia dijadikan referensi standar penulisan berita peliputan mendalam ditanah air.
Penemu manipulasi PPDB Sistim Online Zonasi yang direkayasa menjadi PPDB Bergaya Online Zonaku.
Aktifis pertanahan dan NGO di Sumatera Utara.