Merasa Tertekan Diolah Putranya, Nurhaida Minta PN Medan Tegakkan Keadilan


 

Merasa Tertekan Diolah Putranya, Nurhaida Minta PN Medan Tegakkan Keadilan

Rabu, 17 Juli 2024

Tertekan oleh polah anaknya yang bila berhubungan dengan uang seperti meminum air laut, Nurhadia melakukan gugatan perdata di PN. Medan. (Ist)

Metro7news.com|Medan - Merasa tertekan karena sepertinya terus menerus diolah oleh putra sulungnya, Nurhaida Siahaan akhirnya minta keadilan ditegakkan oleh PN. Medan. Informasi tadi diperoleh wartawan saat bertemu wanita tua warga Jalan Amir Hamzah Medan, di PN Medan, Selasa (16/07/24) pagi.


Sambil berlinang airmata, Nurhaida yang sehari-harinya menjajakan pakaian dalam wanita di Pasar Petisah itu mengatakan, sebenarnya ingin berobat ke Penang karena sakit yang dideritanya. Dan untuk itu, Nurhaida harus merelakan pecahan persil tanahnya di kawasan Binjai dijual.


Namun,  keinginan itu sepertinya tidak dapat terkabul dan berjalan mulus. Karena sang putra sulung, sebut saja namanya Harap (inisial-red), yang merasa sebagai pewaris utama, malah minta bagian terbanyak dari hasil penjualan tanah tersebut. 


“Sudah ku bilang mamak perlu uang untuk berobat ke Penang, tapi malah dia (Harap- red) minta bagian lebih besar bila tanah nantinya terjual," ujar wanita renta itu dengan mata menerawang. 


“Jadi manalagi untuk uang berobatku, kalau lebih banyak untuknya. Sementara cucu-cucuku yang lain juga, perlu juga ku kasih ingot-ingot dari  menjual tanah," lirih Nurhaida sambil menerawang dengan mata memerah. 


Merasa sedih terancam gagal pergi berobat dari melego tanahnya, akibat tekanan dari putra tersayang tadi (Harap-red), Nurhaida lantas melakukan gugatan ke PN Medan dalam perkara Perdata No: 477/Pdt.G/2024, tanggal 13 Juli 2024, didampingi kuasa hukum Darman Sagala, SH dari Kantor Pengacara Darman Sagala & Co.


Dilanjutkan Nurhaida, tanah itu adalah hasil  keping demi keping kepeng, yang dikumpulkannya selama bertahun-tahun dari menjajakan pakaian. Sayang tanah tersebut kemudian terkena proyek jalan tol Medan-Binjai, hingga dirinya harus merelakan sebahagian tanah diganti rugi oleh pemerintah untuk kepentingan umum. 


Oleh Nurhaida kemudian, hampir separuh dari hasil ganti rugi yakni sekitar Rp. 500 juta diberikan kepada Harap, dan dicatatkan di notaris sebagai pengganti warisan. Karena almarhum suaminya (Ramlan Sianipar- red), ketika masih hidup teguh berikrar, bahwa Harap sama sekali tidak akan diberikan warisan. 


“Karena almarhum semasa hidupnya tidak mau meninggalkan Harap warisan, sebagai ibu ku kasihkanlah bagian dari ganti rugi untuk tol tadi. Dengan catatan sebagai ganti warisan, hingga diapun tetap mendapat juga sama seperti adik-adiknya yang menerima warisan. Itupun masih kurang juga, seperti meminum air laut saja dia. Makin diteguknya, semakin  bertambah haus saja dia," sedih Nurhaida. 


Ditambahkan Nurhaida, sebelum itu dirinya juga selalu memberikan bantuan kepada putra sulungnya itu, dan jika dihitung-hitung keseluruhan dengan uang tol, hampir mencapai Rp. 1 M. Seperti untuk bekal  putra Harap menjadi anggota Polri, dan membiayai anak Harap yang lain dan disebut Harap akan melanjutkan pendidikan selesainya kuliah.    


“Tapi beginilah yang dibuatnya sama aku, sedih kali aku. Bahkan sampai pernah aku dipukulinya, hingga dia (Harap-red) terpaksa beberapa hari mendekam di Polsek. Namun namanya saja sebagai seorang  ibu, tetap juga dia ku maafkan dan bebas dari Polsek. Tapi inilah balasan dari anakku itu, mau berobat sajapun aku sekarang sulit," sebut Nurhaida yang saat mendatangi PN Medan tertatih-tatih dijaga beberapa putra-putrinya yang lain. 


Nurhaida berharap agar majelis hakim di PN Medan, dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya, hingga dirinya dapat menjual sisa tanah ganti rugi tol di Binjai, untuk berobat bagi kesembuhan dirinya. 


Harap yang coba dikonfirmasi wartawan terkait gugatan yang dilakukan oleh ibunya tadi, tidak berhasil ditemui wartawan. Usai sidang pertama pembacaan gugatan, Harap langsung menghilang dari ruangan sidang dan lenyap dari pandangan mata pengunjung Pengadilan Medan. 


(fitri)