Adi Buka Suara, Sri Wage Terindikasi Samarkan Perkara Anak

Adi Buka Suara, Sri Wage Terindikasi Samarkan Perkara Anak

Selasa, 17 September 2024

Foto Agung abis memukuli warga minta didamaikan Adi, dan bersama Wage(jam tangan) berada di Kandang Kambing dan Lembu milik Adi yang berada disebelah aki baterei bekas.

Metro7news.com|Medan - Adi warga Dusun VII Gang Buntu Desa Sei Rotan, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang,  buka suara. Dia melakukan klarifikasi lewat surat kepada sejumlah media di Medan, Senin, (14/09/24). Terkait berita pemukulan Agung Suprayogi, warga Dusun VII Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan, salah  seorang wartawan media online terbitan Madura. 


Menurut Adi, ayah Agung-Sri Wage,  perwakilan sebuah media online asal  Madura di Sumatera Utara. Menggiring opini ada pemukulan wartawan saat menjalankan tugas pers. Kondisi itu berbeda dengan laporan kepolisian Agung terhadap warga,  Nomor : 1135/VIII/2024, tanggal 19/8/2024 di Polda Sumut. Tentang  pertikaian fisik personal antar pribadi, bukan penghalangan/penghadangan wartawan yang tengah menjalankan tugas pers. 


Wage serta Agung anaknya, pernah mendatangi Adi, ketika dia berada dikandang Kambing dan Lembu miliknya yang bersebelahan dengan lokasi aki baterei bekas pada tanggal 18 Juli 2024 sore,  (foto, Agung bersama ayahnya-red). Mereka meminta Adi menengahi pertikaian antara Agung dan warga, agar tidak menimbulkan masalah hukum lain. 


Laporan Polda, perkelahian biasa bukan menghalangi memukuli wartawan yang lagi bertugas.

Namun, setelah Adi bicara dengan warga, kerabatnya ini ingin kejadian diselesaikan oleh aparat kepolisian. Adi tentunya tidak dapat memenuhi permintaan Wage juga Agung. Adi hanya bisa menyarankan keduanya bersabar menunggu waktu yang tepat untuk bermediasi.


"Eh belakangan, malah saya yang diberitakan melakukan kegiatan pengumpulan aki baterei bekas tanpa ijin. Lantas Wage mengkonfirmasi Kades Sei Rotan soal perijinannya pada 29 Agustus 2024 lalu," kata Adi.


Masi kata Adi, kenapa dia tidak bertanya kepada dirinya. Dia kan dapat mendatangi dia ke kandang Kambing sewaktu ingin berdamai. 


"Mengapa Wage  tidak mendatangi saya untuk mengonfirmasi, sebelum menuding saya yang diduganya melakukan kegiatan illegal. Bahkan dihadapan serta dibawah tatapan Kambing dan Lembu saya, Wage dan Agung minta tolong didamaikan," heran Adi lewat selulernya ketika dikonfirmasi lebih jauh. 


Adi semakin heran,  Wage sampai tega tidak menjelaskan jika Agung adalah anak kandungnya sendiri. Saat ditanyai wartawan tentang sikap orangtua Agung, terkait anaknya yang jadi wartawan dan dipukul  sewaktu menjalankan tugas kewartawanannya. 


Wage dengan lantang dihadapan rekannya yakni Isdawati dan Zulkifli mengatakan kepada wartawan, bahwa orangtua Agung berpesan kepada Wage (padahal Wage adalah ayah kandung Agung-red), agar aparat kepolisian mengusut tuntas tentang pemukulan terhadap wartawan tersebut.


Adi juga  makin kian tak mengerti jalan pikiran Wage, ketika diinformasikan. Saat wawancara, Wage juga mengaku tidak mengenal almarhum Jumirun yang notabene masih kerabat dekat Wage sendiri.


Dalam wawancara tadi, Wage memperkirakan, kemungkinan kondisi anak-anak Jumirun yang tidak mampu, membuat mereka tidak sanggup menghadapi Adi yang tiba-tiba saja jadi pengelola aki baterei bekas


Dalam hal ini, Wage tidak konsisten, serta transparan dalam bekerja mengatasnamakan kegiatan wartawan. Karena Adi merasa jadi korban pemberitaan yang bias, tidak profesional, dijalankan serampangan tanpa proses dan prosedur serta tahapan seperti verifikasi data apalagi konfirmasi.


Sehingga dengan pemberitaan tidak simbang ini, Adi akhirnya mengrimkan bantahan tertulis kepada media tempatnya Wage bekerja di Madura. 


"Saya minta surat bantahan dimuat media online terbitan Madura tadi. Saya juga minta Wage dan anaknya untuk sementara waktu dibina dan dinonaktifkan oleh media online Madura itu. Sampai Wage dan Agung, memahami kode etik wartawan dan kode etik jurnalistik dalam  menjalankan tugas jurnalistik pers," berang  Adi. 


Lewat surat klarifikasinya Adi menjelaskan , dulu ada 12 tungku dalam kegiatan aki baterei bekas saat dikelola oleh almarhum Jumirun. Saat peralihan kepada Adi, tinggal  hanya 1 tungku saja yang diaktifkan dan beroperasi hingga sekarang.


Adi bersama perangkat desa dan warga dusun sepakat, seluruh tungku dirubuhkan (lantai pada foto Agung duduk, bekas lokasi tungku yang dirubuhkan). Guna mewujudkan rencana besar, rehabilitasi lingkungan pada lokasi aki baterei bekas.  Tapi sebagai alternatif untuk nafkah warga, jadi disisakan 1 tungku supaya warga dusun sama sekali tidak kehilangan mata  pencaharian. Sementara Adi fokus beternak Kambing dan Lembu hingga kini.


Meski Adi  penanggungjawab kegiatan 1 tungku tadi, seluruh hasil kegiatan aki baterei bekas dialokasikan kepada warga. Selain guna memenuhi penghasilan belasan warga yang masih bergantung dari tungku aki baterei bekas (termasuk ipar Wage yang bekerja dengan Adi), juga digunakan untuk honor guru Bimbel dan honor pengajar TPA yang setiap harinya mendidik anak-anak Dusun VII dan Desa Sei Rotan yang memanfaatkan fasilitas gratis bagi warga dari sisa kejayaan almarhum Jumirun itu (pernah beroperasi 12 tungku, disisakan 1 tungku-red). Bimbel dan TPA didirikan Adi dilokasi pintu masuk yang jadi lokasi pertikaian Agung dengan  warga. 


Disebutkan Adi, jika ada pencemaran sebagai dampak limbah aki baterei bekas. Sebagaimana dugaan Wage lewat beritanya, harusnya Wage mampu menunjukkan bukti tertulis, seperti hasil uji laboratorium ataupun keterangan resmi dari instansi lembaga teknis sekelas lingkungan hidup kepada dirinya sebagai penanggungjawab kegiatan aki baterei bekas. 


Jadi bukannya bicara sendiri tanpa bukti yaitu dokumen resmi instansi teknis. Lantas mengedepankan prasangka-praduga yang  sepertinya menonjolkan naluri kebatinan (insting, perasaan, kira-kira), bagaikan para dukun ataupun para datu di zaman batu. Padahal sebut Adi, dia punya IPAL, laporan pengelolaan setiap kurun tertentu dan membayar pajak. Dan semua itu tidak mungkin terjadi, bila tidak ada prosedur perijinan.


Mestinya protes Adi, pemberitaan media, apakah cetak maupun online harusnya akurat dan dapat dipercaya. Bukan katanya-katanya seperti yang diekspos Wage dan kawan-kawan. Padahal akibat berita yang ditulis Wage, Isdawati dan Zulkifli tadi, bisa saja warga sedusun, sedesa, sekecamatan, bahkan sekabupaten jadi geger dan kalang kabut akibat hoax, fitnah serta ujaran kebencian yang tersebar luas kepada publik. 


"Saya minta bila dalam tempo 3 hari sejak klarifikasi ini, Wage, Isdawati dan Zulkifli tidak mampu menunjukkan dokumen, serta pernyataan lembaga dan instansi resmi yang berwenang menyatakan terjadinya pencemaran sebagai dampak lingkungan. Saya akan membawa masalah ini sesuai ketentuan pidana dan perdata," tegas Adi. 


Ditambahkan Adi, ada yang disebut ambang batas, ada juga namanya batas toleransi. Dan dia tidak tahu apakah Wage dan kawan- kawan memahami hal itu. Jadi jangan sesuka hati sendiri berasumsi, kemudian bicara sendiri, lalu memberi  komentar sendiri, hingga akhirnya jadi sibuk sendiri dan terakhir malah menambah rumit diri sendiri, sengit Adi lagi. 


"Jika ada hasil labnya mari, kalau terdapat keterangan instansi teknis boleh. Ayok kita bicara, mana datanya, apa solusinya agar tidak merugikan bahkan sampai mengganggu warga. Kalau mengaku wartawan, saat bertanya harusnya sudah punya data. Jangan malah mendatangi orang yang ingin ditanya, kemudian berlagak, bergaya dan bersikap arogan. Lantas terkesan  memaksa meminta data milik yang didatangi, termasuk minta melihat izin orang. Itu yang namanya meniru-niru jadi wartawan. Emangnya loe siape, mau lihat-lihat izin orang," sindir Adi lagi. 


Terakhir, Adi berharap kepada seluruh pihak yang melakukan pemberitaan terhadap dirinya, dan bersumber dari Wage dan kelompoknya. Dapat menerima, dan memuat klarifikasi yang disampaikannya. Guna menghindari terjadinya konsekwensi hukum, yang berhubungan dengan proses ralat, perbaikan, klarifikasi dan bantahan dari sebuah pemberitaan. 


"Wartawan itu mencerahkan dan mendidik lewat pemberitaan tulisannya. Bukannya menakut-nakuti, dikit-dikit diduga. Diduga koq dikit-dikit. Kalau menduga itu banyak-banyak, biar hati dan hari-hari kita tak sempit," sebut Adi dari selulernya, Selasa (17/09/24).


Adi berharap agar Wage, Isdawati dan Zulkifli dalam bekerja menunjukkan sikap  profesional, sehingga menggambarkan prilaku yang memiliki kompetensi dan sertifikasi sebagai wartawan. 


Wage dan Isdawati Mengaku Profesional, Pakai Perasaan Tapi Mengaku-ngaku Wartawan Profesional


Wage dan Isdawati yang  dikonform ulang lewat seluler tentang permasalahan Agung Suprayogi yang ternyata adalah anak kandung Wage. Beralasan tidak disebutkannya identitas Agung sebagai anak kandung Wage ketika wawancara dengan media, adalah bukti profesionalitas mereka saat menjalankan tugas kewartawanan. Meski isi berita ada pemukulan wartawan, berbeda dengan laporan polisi Agung ke Polda.


Wage dan Isdawati ringan saja menjawab, bahwa wartawan dapat melakukan praduga apa saja dan boleh membuatnya sebagai tulisan dalam pemberitaan/liputan tanpa harus mempertanggungjawabkan akurasi, detil dan validnya dugaan itu. 


Begitu juga saat ditanya bagaimana menelusuri kejadian pemukulan berhubungan dengan pihak lain, seperti Adi. Wage dan Isdawati lagi-lagi bertamengkan  kalimat dugaan sebagai jimat dan tangkal menghadapi berbagai macam bahaya. 


"Abang gak tahu yang namanya dugaan ya. Melanggar kode etik dimana, namanya dugaan kode etik wartawan dan kode etik jurnalistik mana yang dilanggar, Kitakan sudah menuliskan kalimat dan kata-kata dugaan," yakin suara Sri Wage dari selulernya.  


Sementara Isdawati,  rekannya yang dipenuhi semangat lewat WA-nya mengirimkan profil orang tertawa dengan tulisan, "Kalo jadi wartawan itu harus berani la bg alfian , kalo enggak ganti pake rok aja .meeeerdeka". 


Hingga untuk menyamakan kemampuan keduanya dalam menjalankan tugas kewartawan guna melindungi mereka dari delik pers, wartawanpun terpaksa melakukan konfirmasi balik, kompetensi mereka sebagai wartawan lewat pertanyaan, "Maaf Kompetensi Pak Wage sebagai jurnalis apa. Kalau boleh diinfokan kompetensi dan sertifikasi Pak Wage apa ya ?


Dan terhadap rekannya yang sangat bersemangat tadi, Isdawati. Wartawan mengirimkan kalimat, "Ia saya maklum Ida karena saya bicara dengan yang mengaku wartawan dan tak punya kompetensi serta sertifikasi". 


Sayangnya hingga berita ini diturunkan, baik Sri Wage dan Isdawati tidak ada mengirimkan atau menginformasikan kompetensi dan sertifikasi yang mereka miliki sebagai wartawan, sebagai pelindung dari jeratan delik pers dalam menggunakan kalimat "DUGAAN" pada pihak lain yang memiliki IPAL. Namun dituding menjadi penyebab adanya dampak limbah dan pencemaran lingkungan. Tanpa ukuran dan standar yang jelas, dan dokumen resmi dari lembaga lingkungan hidup.


(fitri)