Peralihan HGB Water Front City, Sekda Ngaku Tak Tahu Terkait Masalah Mesjid Terapung

Peralihan HGB Water Front City, Sekda Ngaku Tak Tahu Terkait Masalah Mesjid Terapung

Sabtu, 21 September 2024

Peralihan HGB Water Front City, nantinya akan di bangun masjid terapung hanya sebuah modus untuk memuluskan masakah tanah tersebut. Sekda mengaku tidak mengetahui permasakahan itu sama sekali.

Metro7news.com|Tanjungbalai - Sekretaris Daerah Kota Tanjungbalai, Nurmalini Marpaung, S.Sos., M.I.Kom mengaku tidak mengetahui ada kompensasi berupa pembangunan masjid terapung atas rekomendasi peralihan HGB Tanah seluas 4 (empat) persil di sebelah Kelenteng Dewi Samudera.


"Kalau itu saya gak tau, itu masalah masjid terapung saya gak ada. Waktu itu kami rapat tidak ada cerita masjid terapung," ungkapnya kepada wartawan di ruang kerjanya, Jum'at (20/09/24).


Nurmalini menerangkan, awalnya PT Sungai Asahan Lestari (PT SAL) mengaku tidak sanggup lagi mengelola HGB di kawasan Water Front City. Sehingga PT SAL pun berniat menjual HGB tersebut kepada Antonius Chandra dan mengajukan rekomendasi pengalihan dari Pemko Tanjungbalai.


Menindaklanjuti pengajuan itu, Pemko Tanjungbalai kemudian memanggil PT SAL dan kuasa hukum Antonius sebagai pihak pembeli sekaligus sebagai pihak pengembang yang akan membangun Ruko-ruko di kawasan HPL Water Front City.


Namun, akibat para pelaku sejarah penerbitan MOU antara Pemko Tanjungbalai dan PT SAL semuanya sudah meninggal, Pemko pun merasa kesulitan untuk berkonsultasi dan mendapatkan petunjuk terkait mekanisme pengalihan HGB tersebut. 


"Pelaku sejarah pada zaman itu sudah tidak ada, Pak Patno sudah meninggal, Pak Sutrisno juga sudah gak ada, waktu itu Kabag Hukumnya juga sudah meninggal. Jadi kami waktu itu tidak bisa lagi berkonsultasi kepada siapa. Akhirnya kami panggil ahli-ahli yang dapat memahami MOU tersebut," ungkapnya. 


Dari MOU diketahui bahwa PT SAL mendapat kewenangan untuk mengelola HGB selama 30 (tiga puluh) tahun, yang akan berakhir pada Tahun 2037 mendatang. HGB juga boleh dipindahtangankan selama mendapat persetujuan dari pemerintah kota.


"Sebenarnya Pemko hanya mengeluarkan persetujuan, sebab antara penjual dan pembeli sudah ada perjanjian. Jadi waktu itu ada berapa persil yang akan dibangun Ruko," tambahnya. 


"Kami nyatakan bahwa Pemko tidak bisa menarik uang disitu, namun Pemko memohon agar ada kompensasi yang diberikan pengembang atau si pembeli kepada Pemko. Karena mereka akan membangun Ruko, maka kompensasinya berupa pembangunan jalan dengan pemasangan paving block," imbuhnya.


Lebih jauh mantan Asisten Pemerintahan dan Kesra itu mengatakan, untuk membantu PAD, waktu itu Antonius Chandra juga menyetor uang senilai 100 juta rupiah ke kas daerah. 


Terkait jangka waktu HGB, Nurmalini juga menyebutkan bahwa peralihan HGB tidak berpengaruh pada jangka waktu HGB. Seluruh HGB di Kawasan Water Front City pada Tahun 2037 akan kembali menjadi aset Pemko Tanjungbalai. 


"Nanti pada 2037 seluruh kawasan tersebut beserta bangunannya akan menjadi aset Pemko Tanjungbalai kembali," katanya.


Saat ditanya mengenai bangunan kelenteng megah di kawasan tersebut, Nurmalini mengatakan, bahwa jika HGB telah berakhir, maka kelenteng akan diserahkan kepada pengurusnya, yakni umat Budha yang selama ini menjadi pengurus di kelenteng. 


"Itu kan rumah ibadah, pemerintah hanya mengayomi seluruh umat beragama. kalau HGB-nya berakhir, ya kita serahkan kepada umat beragama Budha lah, bang, yang selama ini mengurusi rumah ibadah itu. Kan gak mungkin kita kasi ke umat lain atau dirobohkan, tapi itu nantilah," ujarnya. 


Menaggapi hal itu, Pembina Lembaga Victim-61, Edi Hasibuan menduga bahwa Sekda berupaya menghilangkan dan mengaburkan rencana pembangunan masjid terapung di Water Front City yang digembar-gemborkan oleh wali kota selama ini. 


Dari keterangan yang diberikan Sekda kepada wartawan menguatkan dugaan adanya pemufakatan jahat antara wali kota dengan Antonius Chandra. 


"Kita menduga ada persekongkolan dan pemufakatan jahat antara wali kota dengan Antonius Chandra sebagai penerima HGB. Jadi pesimis kita, masjid terapung itu akan dibangun. Sekda itu orang terdekat wali kota, masak sih dia gak tau tentang masjid terapung itu," tandasnya.


Edi Hasibuan lebih jauh mengutarakan, bahwa jika jangka waktu HGB berakhir, lalu kelenteng akan dikembalikan kepada pengurusnya, hal itu sama saja dengan pemberian HGB selamanya atau bakal menjadi hak milik. 


Sikap defensif Sekda yang menyatakan tidak mengetahui masjid terapung menjadi salah satu kompensasi atas rekomendasi yang dikeluarkan oleh wali kota juga merupakan sikap pembohongan dan sia-sia.


"Semua media sudah memberitakan masalah masjid terapung tu. Masyarakat juga sudah tau, kok tiba-tiba Sekda bilang gak tau. Sikap Sekda yang demikian adalah pembohongan. Begitupun kita apresiasi  jika Sekda sudah berhasil menjadi pengabdi yang baik dan setia kepada bossnya," ketusnya.


(ds)