Posisi Insan Pers Dalam Pilkada

Posisi Insan Pers Dalam Pilkada

Selasa, 03 September 2024



Penulis Oleh :
Dedy S Tanjung Wartawan Daerah

Suhu politik di seluruh daerah menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada November 2024 mendatang kian meningkat. Tahapan Pilkada di daerah juga menjadi tranding topic yang tak habis untuk dibahas oleh seluruh masyarakat.


Masing-masing tim sukse (Timses) mulai memainkan isu sentral yang telah, sedang dan akan dilakukan oleh para calon. Masing-masing ingin menunjukkan keunggulan jagoannya dalam bekerja untuk kemaslahatan rakyat.


Tak jarang, antara Timses satu dengan Timses lain di ruang publik akan saling serang dan blak-blakan membuka aib bahkan kebobrokan pihak lawan. Hal ini tentunya menunjukkan ketidadewasaan masyarakat kita dalam berpolitik.


Bahkan satu dekade belakangan ini, setiap gelaran Pemilu maupun Pilkada, masyarakat kita sering disuguhkan dengan informasi dan berita hoak yang beredar di berbagai platform media sosial. Akibatnya banyak masyarakat kita yang terjebak dalam pemikiran jumud. 

Pers Adalah Pelopor Demokrasi Damai

Melalui tulisan ini, kepada rekan sejawat, saya ingin mengingatkan kembali bahwa secara umum ada empat tugas yang melekat pada pers atau jurnalistik. Yakni sebagai media informasi, pengawasan atau sosial kontrol, pendidikan dan juga hiburan. 


Dalam kontestasi Pilkada yang tahapannya saat ini telah berlangsung, pers harus terus mengambil peran sebagai edukator untuk mengingatkan masyarakat, Paslon partai pengusung dan pendukungnya termasuk penyelenggara guna mewujudkan Pilkada yang jujur, adil, damai dan kondusif.


Selain berperan memberikan edukasi, pers juga berperan sebagai pengawas guna menegakkan netralitas ASN, TNI/Polri dalam perhelatan Pilkada. Merujuk pada amanat UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, sebagai pengawas dan kontrol sosial yang independen, pers tidak perlu tunduk pada pihak manapun dalam menjalankan tugas dan fungsinya.


Kita sangat menyayangkan, jika masih ada insan pers Indonesia yang seolah tidak memahami esensi pers itu sendiri. Bahkan, di suatu daerah masih ada oknum insan pers yang secara terang-terangan berpihak kepada salah satu calon. 


Akibatnya, keberadaannya tersebut dalam pesta demokrasi di daerah menjadi tanda tanya besar oleh masyarakat awam. Apakah insan pers boleh melakukan keberpihakan ?Atau bolehkah mereka menjadi mesin politik bagi salah satu calon. 


Jika hal itu yang terjadi, maka insan pers tersebut secara terang-terangan telah menafikan kapasitasnya sebagai bagian dari lembaga independen. Hal itu juga merupakan kegiatan malpraktek jurnalistik.


Malpraktek jurnalistik adalah kegiatan profesi yang dilakukan tanpa mengindahkan standar kerja yang berlaku dalam profesi kewartawanan, seperti UU Nomor 40 Tahun 1999 maupun kode etik jurnalistik. 


Sikap malpraktek seperti cara kerja wartawan yang seharusnya memberitakan hal-hal yang lebih substantif bagi proses demokrasi yang esensial, ternyata lebih memfokuskan liputan yang superfisial hanya akan menimbulkan persepsi negatif terhadap profesi kewartawanan secara menyeluruh.


Satu hal yang perlu kita ingat adalah, pers dan media memiliki hak seluas-luasnya untuk menjadi sarana kampanye yang adil, menyediakan forum diskusi dan menjadi pengawas jalannya Pilkada. Pers juga tidak perlu terlibat dalam politik praktis, sementara pers adalah kita, yang memiliki ruh keadilan dan punya marwah sebagai pilar demokrasi bangsa.