Victim-61 Desak Pemko Tanjungbalai Batalkan HGB Tanah 4 Persil di Water Front City

Victim-61 Desak Pemko Tanjungbalai Batalkan HGB Tanah 4 Persil di Water Front City

Sabtu, 21 September 2024

Lembaga Investigasi Centra Informasi Masyarakat (Victim-61) Kota Tanjungbalai saat melakukan investigasi terkait HGB tanah seluas 4 (empat) persil yang berada tepat di sebelah Kelenteng Dewi Samudera di Jalan Pangeran Diponegoro Kawasan Water Front City Kelurahan Indra Sakti, Kecamatan Tanjungbalai Selatan, Kota Tanjungbalai.

Metro7news.com|Tanjungbalai - Lembaga Investigasi Centra Informasi Masyarakat atau Victim-61 Kota Tanjungbalai kembali melakukan investigasi terkait HGB tanah seluas 4 (empat) persil yang berada tepat di sebelah Kelenteng Dewi Samudera di Jalan Pangeran Diponegoro Kawasan Water Front City Kelurahan Indra Sakti, Kecamatan Tanjungbalai Selatan, Kota Tanjungbalai.


Pembina Victim-61, Edi Hasibuan, Rabu (18/09/24) kepada wartawan menerangkan, pihaknya telah mendapatkan sejumlah data terkait HGB tanah seluas 4 persil yang saat ini telah dialihkan dari PT Sungai Asahan Lestari kepada Komisaris Kelenteng Dewi Samudera Antonius Chandra melalui persetujuan Wali Kota Tanjungbalai, H. Waris Tholib, S.Ag., MM.


Lebih lanjut Edi Hasibuan menyebutkan, dalam kumpulan data yang didapatnya langsung dari Yadi Suprapto, Pengurus Kelenteng Dewi Samudera, diketahui bahwa Wali Kota Waris Tholib benar telah mengeluarkan surat bernomor 180/1723 tertanggal 25 Januari 2023 lalu. 


Lahan HGB seluas 4 Persil di sebelah Kelenteng Dewi Samudera, kini telah dibangun pagar permanen.

Namun anehnya, surat persetujuan atau rekomendasi yang diberikan oleh wali kota tersebut sama sekali tidak mencantumkan dasar hukum apapun. 


Selain itu, pemberian persetujuan atau rekomendasi hanya diperuntukkan bagi perorangan, yakni Antonius Chandra yang juga merupakan owner sekaligus Komisaris Kelenteng Dewi Samudera.


"Apa dasar hukumnya wali kota dapat mengeluarkan rekomendasi peralihan HGB,  apalagi peruntukannya bagi perorangan. Jika memang ada dasar hukumnya yang jelas, mengapa dalam surat itu tidak dicantumkan," katanya. 


Lebih jauh Edi Hasibuan menduga telah terjadi pemufakatan busuk antara Wali Kota Waris Tholib dengan Antonius Chandra dalam penerbitan rekomendasi peralihan HGB tersebut.


Sebagai kompensasi rekomendasi peralihan HGB, Antonius Chandra berkewajiban untuk memasang paving block di sepanjang jalan kawasan Water Front sampai ke pintu masuk bangunan Balai Diujung Tanjung, termasuk kewajiban membangun masjid terapung di kawasan itu. 


"Masalah masjid terapung ni sudah digembar-gemborkan, tapi sampai hari ini sebatang tiang pun tak nampak. Kami menduga telah terjadi pemufakatan busuk antara Wali Kota Waris Tholib dengan Antonius dalam hal ini," tambahnya. 


Pengurus Kelenteng Dewi Samudera, Yadi Suprapto saat melakukan pertemuan dengan Victim-61 di Janji Jiwa Cafe di Jalan Teuku Umar Tanjungbalai, Kamis (12/09/24) lalu mengatakan, bahwa pembangunan masjid terapung dikerjakan oleh Antonius Chandra di Jakarta. 


Yadi pun mengatakan, bahwa Wali Kota Waris Tholib kerap bertemu dengan Antonius Chandra ketika berkunjung ke Jakarta. Wali kota juga telah melihat langsung perakitan masjid terapung dimaksud. 


"Pak Waris juga sudah melihat bahan material yang dirakit di Jakarta. Disetting semua disana dulu, sudah siap baru dibawa ke Tanjung. Karena kalau Pak Waris mau ke Jakarta dia pasti kontak ke saya, jadi saya tinggal kontak ke Pak Antonius. Saya bilang Pak Waris mau ke Jakarta lagi rapat atau ada pertemuan, jadi Pak Antonius yang apa semua sama Pak Waris," ungkapnya. 


Saat disinggung kapan masjid terapung akan direalisasikan, Yadi pun berjanji akan menanyakan masalah tersebut kepada Antonius Chandra. Namun sampai hari ini, Yadi belum memberikan jawaban. 


Pembina Victim-61, Edi Hasibuan yang akrab disapa dengan nama Bang Ulam Raja menambahkan, penerbitan rekomendasi peralihan HGB yang dilakukan oleh Wali Kota Waris Tholib diduga telah cacat hukum. Sehingga pihaknya pun mendesak agar Pemko Tanjungbalai segera membatalkan HGB tersebut.


"Pertama, jelas didalam surat persetujuan itu tidak ada sama sekali landasan hukumnya. Kedua, peralihan HGB ditujukan buat perorangan bukan lembaga atau Yayasan Kelenteng dan kompensasinya juga belum jelas. Kami mendesak Pemko Tanjungbalai untuk membatalkan atau membekukan HGB tersebut," tambahnya.


Masih menurut Edi Hasibuan, jika HGB yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat dialihkan dan diperjualbelikan dengan mudah, dikhawatirkan hal itu akan menjadi salah satu celah bagi kepala daerah untuk mendapatkan gratifikasi dan keuntungan pribadi. 


"Setelah DPRD nanti dilantik, kita juga akan bawa permasalahan ini ke mereka. Harus ada kajian yang komprehensif terkait HGB di seluruh kawasan Water Front City. Jangan sampai reklamasi kawasan itu lari dari konsep awal," tandasnya.


(ds)