Metro7news.com|Tanjungbalai - Proses penyelidikan kasus dugaan korupsi dana hibah Politeknik Tanjungbalai (Poltan) yang ditangani oleh Unit Tipidkor Polres Tanjungbalai hingga kini masih saja berbelit dan belum menemukan titik terang.
Padahal, penyelidikan yang dilakukan oleh polisi sudah berjalan selama beberapa bulan. Bahkan penyidik Unit Tipidkor Satreskrim Polres Tanjungbalai juga sudah memastikan adanya kerugian negara. Namun, hingga kini polisi belum juga menetapkan siapa tersangka dalam kasus tersebut.
Sebelumnya, Senin (25/11/24) lalu, Bripka Sulaiman, penyidik Unit Tipidkor Satreskrim Polres Tanjungbalai saat dikonfirmasi oleh wartawan di kantornya mengatakan, bahwa penyidik telah menemukan adanya kerugian negara dalam kasus itu. Namun Bripka Sulaiman beralasan bahwa dia belum dapat memberikan keterangan resmi ke publik.
Wartawan kembali melakukan konfirmasi kepada penyidik, Kamis (12/12/24). Atas konfirmasi tersebut, penyidik pun akhirnya menghubungi wartawan dan mengatakan, bahwa proses penyelidikan masih berjalan, status penyelidikan juga belum di tingkatkan menjadi penyidikan.
Akibatnya, polisi pun sampai saat ini belum bisa menetapkan siapa tersangka dalam skandal korupsi dana hibah sebesar 2,8 miliar rupiah di Politeknik Tanjungbalai itu.
"Begini bang, ini kan masih proses lidik, jadi belum ada penetapan tersangkanya. Statusnya juga belum ditingkatkan ke penyidikan, izin ya bang. Masalah orang itu mau mengembalikan kerugian negara, kami belum ada dengar masalah itu," terangnya.
Terpisah, wartawan juga melakukan konfirmasi langsung ke Kapolres Tanjungbalai melalui aplikasi whatsappnya. Sayangnya, AKBP Yon Edi Winara sampai saat ini belum bersedia berkomentar dan menjawab pertanyaan wartawan.
Menanggapi hal ini, Muhammad Azri, SH Ketua Markas Cabang Laskar Merah Putih Kota Tanjungbalai juga merasa heran, mengapa sudah sekian lama proses penyelidikan yang dilakukan polisi, belum juga ditingkatkan ke penyidikan. Padahal sudah jelas polisi telah menemukan kerugian negara dalam perkara itu.
Azri pun menilai, temuan kerugian negara oleh polisi tersebut masih seputar dana hibah. Beberapa poin penting seperti dugaan korupsi dalam pembukaan prodi baru yakni prodi Teknik Rekayasa Komputer, hingga kini masih belum terungkap secara substantif.
"Kan sudah jelas, apa yang ditemukan oleh Inspektorat merupakan indikator adanya unsur tindak pidana korupsi disitu. Kami mendesak agar polisi serius dan jangan lagi berbelit-belit menangani dan menuntaskan kasus ini," tegasnya.
Azri juga menyinggung program 100 hari dan Asta Cita Presiden Prabowo yang menekankan tidak ada tempat bagi para koruptor, pelaku narkotika, judi, maupun penyelundupan. Menurutnya, program tersebut harus didukung sepenuhnya oleh instrumen negara, khususnya kepolisian.
"Ini akan menjadi ujian bagi Kapolres Tanjungbalai. Apakah mereka mendukung program presiden dengan menangkap aktor intelektual di balik skandal ini, terutama dalam dunia pendidikan yang seharusnya menjadi tempat mencetak generasi penerus bangsa," ujar Azri.
Lebih jauh Azri juga menyoroti isu adanya upaya pengembalian kerugian negara dalam hal ini. Pengembalian kerugian negara kerap digunakan oleh beberapa pelaku korupsi guna menghentikan proses hukum.
Menurutnya, hal itu tidak dapat diterima, karena amanat UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan jelas menyebutkan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus unsur pidana.
"Pengembalian kerugian negara tidak dapat menghilangkan perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan. Kasus ini akan terus kami kawal hingga ke pengadilan. Kita juga akan terus mendukung kepolisian untuk segera membongkar semua yang terlibat," tutupnya.
(ds)