![]() |
Ilustrasi air raksa/mercury (Hg). (foto koleksi) |
Metro7news.com|Madina - Bahayanya radiasi air raksa (mercury/Hg) terhadap kesehatan manusia, sehingga seluruh dunia membuat kesepakatan untuk mengurangi penggunaan mercury secara bebas. Kesepakatan itu dikenal dengan Minamata Convention on Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Mercury).
Pemerintah Republik Indonesia (RI) yang turut menjalankan Konvensi Minamata Mengenai mercury telah turut mengatur melalui pengesahan Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata Mengenai Mercury.
Selain itu untuk menghindari penyalahgunaan peredaran dan penggunaan bahan kimia beracun dan berbahaya (B3) turut diatur juga sanksi pidana bagi pelaku yang mengedarkan, menyalurkan serta menggunakan mercury tanpa Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Tidak cukup disitu saja, pengguna mercury tanpa izin juga dapat dijerat dengan sanksi pidana berat. Sebagai mana diatur dalam UU RI Nomor 32 Tahun 2009 pasal 107 yang mengancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak 15 miliar.
"Setiap orang yang memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang–undangan ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit 5 miliar rupiah dan paling banyak 15 miliar rupiah.
Dalam UU RI Nomor 9 Tahun 2008 tentang penggunaan bahan kimia dan larangan penggunaan bahan kimia sebagai senjata kimia, turut di atur sanksi bagi setiap warga negara yang melanggar ketentuan terkait penggunaan bahan kimia berbahaya.
Walau telah diatur sanksi pidana berat bagi pengedar dan pengguna B3, namun penggunaan mercury di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) peredaran dan penggunaan mercury bebas tanpa ada tindakan dari aparat penegak hukum dan pihak berwenang lainnya. (Bersambung)
(MSU)