![]() |
Excavator milik pelaku tambang ilegal sedang melakukan pengerukan tanah di Lobung Kecamatan Lingga Bayu, Sabtu (01/02/25). |
Metro7news.com|Madina - Tambang emas illegal kian marak dan menjamur bak musim durian runtuh di sejumlah titik di Kecamatan Lingga Bayu, kegiatan tersebut seolah-olah dibiarkan begitu saja tanpa ada peringatan keras atau sanksi yang tegas dari pengambil kebijakan di Wilayah Bumi Gordang Sambilan ini.
Padahal kegiatan penambangan ilegal termasuk tindak pidana yang diatur dalam Pasal 158 UU RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba yang menyatakan bahwa kegiatan penambangan tanpa izin dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)
Dengan adanya UU tersebut sudah jelas adanya tindak pidana bagi para pelaku penambang ilegal yang sengaja mengabaikan atau meremehkan UU yang dibuat oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Namun, tidak dapat dipungkiri, namanya ilegal tentu menggiurkan dalam mengumpulkan pundi-pundi rupiah dari penambangan illegal emas yang ada di Kabupaten Mandailing Natal.
Bahkan, tambang emas tanpa izin ini sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat Lingga Bayu dan Mandailing Natal pada umumnya.
Tapi sayang seribu kali sayang, UU Minerba itu tidak dipergunakan oleh para pengambil kebijkan di tanah mekar ini untuk menghentikan tambang emas tanpa izin itu.
Sangat disesali, para pengambil kebijakan seolah-olah bungkam dan tutup mata melihat kondisi daerahnya yang diselimuti tambang emas ilegal yang terus beroperasi dengan menggunakan alat berat excavator yang mengeruk daerah aliran sungai yang jumlahnya sangat fantastis yang tersebar disejumlah titik berkisar puluhan alat berat termasuk yang berlokasi di Lobung.
Salah seorang warga Lingga Bayu mengatakan kepada wartawan yang identitasnya diminta dirahasiakan mengatakan, aktivitas penambangan emas ilegal ini tampaknya tidak tersentuh hukum hingga saat ini di Mandailing Natal.
Dalam prosesnya, kata warga, para pelaku tambang ilegal ini mengeruk batu dan tanah di sungai kemudian disaring guna mendapatkan butiran emas.
Ironisnya, para penambang juga mengeruk tanah di pinggir sungai yang menyebabkan sungai semakin melebar, dangkal dan airnya keruh.
Penambangan emas ilegal dengan menggunakan 2 alat berat di Lobung ini di kelola oleh sejumlah orang yakni berinisial KL, DM dan SN, dan hasil tambang ditampung toke emas berinisial KD.
“Akibat aktivitas tambang ini, sungai besar di Lingga Bayu saat ini tercemar, airnya telah keruh sepanjang waktu seperti aliran Sungai Batang Natal,” ujarnya, Jum'at (31/01/25).
Dia menjelaskan, sungai ini tercemar akibat ulah penjahat pengusaha tambang emas ilegal, sepertinya hingga saat ini sudah bagaikan lingkaran setan. Pengusaha ini tidak bisa disentuh lagi dengan aturan undang-undang di Indonesia.
"Seolah UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan UU nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup tidak berlaku bagi pengusaha tambang emas ilegal ini," tegasnya.
Tentunya dalam penambangan itu, lanjutnya pasti dilakukan secara sembrono dan tentu akan mengesampingkan kaidah pelestarian lingkungan hidup dan ekosistem yang ada didalamnya.
Hal itu juga sangat berpotensi menimbulkan kerugian terhadap keuangan dan perekonomian negara jika terus menerus dilakukan.
Misal terhadap pajak dan retribusi serta insentif lainnya yang terkait lingkungan sekitar lokasi tambang, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Pertambangan Minerba dan Lingkungan Hidup.
“Pantas masyarakat beropini, seolah ada kesan aparat hukum dan pemerintah melakukan pembiaran terhadap aktivitas pertambangan emas tersebut yang sudah berlangsung berbulan-bulan lamanya,” ketus warga.
Pengusaha tambang emas ilegal yang menggunakan alat berat yang semakin kaya raya dan merajalela. Siang dan malam sungai keruh tanpa memikirkan warga yang tinggal disekitar bantaran sungai.
"Dampak kerakusan dan ketamakan pelaku tambang, masyarakat menjadi korban. Belum lagi kerusakan lingkungan, perikanan, mandi dan kebutuhan sehari-hari lainnya tak bisa lagi menggunakan air sungai," keluhnya.
Aparat penegak hukum (APH) di daerah sudah sudah mati suri dan tidak bisa lagi diharapkan untuk memberangus aktivitas tambang tersebut. Sudah sepantasnya aparat penegak hukum tingkat pusat yang harus turun ke daerah.
“APH daerah Lingga Bayu dan tingkat Mandailing Natal seolah tidak lagi mempan untuk menutup tambang emas ilegal tersebut sudah seharusnya personel dari Mabes Polri di Jakarta yang turun tangan dan Kementerian Lingkungan Hidup turun tangan untuk menangkap pemodal dan penadah tambang emas ilegal,” harapnya.
(MSU)