Pasca Laporkan AMDK Aek Lan dan Madina Murni Diduga Tidak Miliki Izin BPOM RI, Pelapor Terima Intimidasi




 

Pasca Laporkan AMDK Aek Lan dan Madina Murni Diduga Tidak Miliki Izin BPOM RI, Pelapor Terima Intimidasi

Kamis, 17 April 2025

Wadih Al Rasyid Nasution, aktivis HMI.

Metro7news.com|Madina - Pasca melaporkan perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Aek Lan dan Madina Murni ke Polres Madina dan BPOM RI, Wadih Al-Rasyid selaku pelapor mendapat intimidasi dari oknum yang diduga kuat keluarga salah satu pemilik perusahaan AMDK tersebut.


Demikian pengakuan Wadih Al-Rasyid kepada wartawan, Kamis (17/04/25) di Panyabungan.


“Kemarin tepatnya, Selasa (14/04/25) malam pasca usai melakukan pengaduan masyarakat (Dumas) ke Polres Madina terkait adanya dua perusahaan AMDK di Kabupaten Mandailing Natal yang tidak memiliki izin dari BPOM RI, saya mendapat telpon dari dua orang yang diduga kuat keluarga dari salah satu perusahaan AMDK itu,” ungkapnya.


Dari kedua penelepon tersebut, lanjut Wadih, ada nada yang menurutnya telah mengintimidasi karena diduga tidak senang atau tidak terima atas pengaduan yang dia lakukan.


Padahal, sambung Wadih, sebelum dilakukan pengaduan itu, dirinya telah terlebih dahulu melakukan konfirmasi dengan menyurati ke BPOM RI, Rabu (26/03/25) lalu yang didisposisikan ke Direktorat Registrasi Pangan Olahan, dan atas jawaban BPOM RI itulah yang menjadi dasar dia melakukan Dumas ke Polres Madina, Senin (14/04/25) pagi.


“Dalam surat jawaban BPOM RI kepada saya, Selasa (08/04/25), jelas tertulis produk dengan nomor izin edar BPOM RI MD 265202004083 telah habis masa berlakunya pada 5 April 2021. Dan produk BPOM RI MD 265202001095 telah habis masa berlakunya pada 22 November 2021,” jelas Wadih.


Aktifis Himpunan Mahasiswa Islam itu pun sangat menyayangkan adanya telepon yang datang kepadanya tersebut. Sebab Wadih berpendapat, seharusnya kedua perusahaan itu melakukan klarifikasi saja apabila memang Dumas yang dilakukannya salah atau tidak benar dengan membuka semua bukti yang dimiliki.


“Zaman demokrasi ini sudah tidak wajar lagi melakukan hal-hal demikian. Ada jalan lain bila memang apa yang saya lakukan salah atau tidak benar. Bukan dengan mengintimidasi, apalagi diduga kuat oknumnya mengerti hukum,” ujar Wadih.


Sebab tambah Wadih, yang dia lakukan ini juga diatur oleh peraturan dan perundangan-undangan yakni Pasal 142 Undang-undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan mengatur pidana terhadap pelaku usaha yang memperdagangkan pangan olahan tanpa izin edar.


Kemudian sesuai ketentuan Undang-undang Pangan, pelaku usaha yang melanggar izin edar produk diancam hukuman pidana 2 tahun penjara atau denda Rp 4 miliar.


“Kalau terus begini, bagaimana negara ini akan bisa maju,” tutup Wadih. 


(MSU)