Metro7news.com|Medan - Fakta terbaru kembali terungkap dalam sidang praperadilan yang diajukan oleh Sutanto alias Ahai atas penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen dan tandatangan sebagaimana yang dilaporkan oleh Julianty sebagai pemilik sah SHM 74.
Sidang praperadilan antara pemohon Sutanto alias Ahai versus Polda Sumut dengan agenda keterangan saksi termohon tersebut berlangsung di ruang sidang Cakra VIII Pengadilan Negeri Medan, Kamis (24/04/25).
Amatan wartawan, dalan sidang kali ini, Polda Sumut menghadirkan tiga orang saksi, diantaranya adalah korban atas nama Julianty, SE, penyidik pembantu Subdit I Kamneg Ditreskrimum Polda Sumut, Ipda Reza F Kasbi, SH., MH serta Ari Zona, salah seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Asahan.
Julianty, SE yang memberi kesaksian dalam persidangan mengatakan, dirinya hanya menitipkan SHM 74 asli miliknya kepada Notaris Bambang Ariyanto. Penitipan itu bermula dari penerbitan PPJB atas jual beli sebagian tanah SHM 74 milik Julianty yang dijualnya kepada Joe Tjang.
Joe Tjang sendiri adalah orang yang dikenalkan oleh Sutanto alias Ahai kepada So Huan, suami Julianty. Dengan kata lain, Sutanto alias Ahai sendiri mengakui bahwa lahan SHM 74 adalah benar milik Julianty.
Namun, entah mengapa belakangan Sutanto alias Ahai dapat menggugat Julianty dengan alasan SHM 74 merupakan miliknya.
"Untuk pemecahan SHM 74, saat itu, saya menitipkan SHM asli kepada Notaris Bambang Ariyanto. Saya juga pernah diminta oleh Bambang untuk menandatangani satu bundel surat permohonan pemecahan SHM ke BPN Asahan. Namun saya tidak pernah sekalipun membuat permohonan pembatalan pemecahan SHM tersebut," ungkapnya kepada Hakim.
Masih menurutnya, dirinya sangat terkejut ketika SHM 74 miliknya dipegang dan ditunjukkan oleh Tjin-Tjin, istri Sutanto alias Ahai saat dipersidangan gugatan perdata di PN Tanjungbalai.
"Saya kan masukkan SHM 74 itu ke BPN untuk dipecah, mengapa SHM ada ditangan pihak yang menggugat saya. Dari situlah saya membuat laporan ke Polda Sumut, terkait adanya dugaan pemalsuan surat untuk mengambil SHM ke BPN," katanya.
Julianty yang dicecar pertanyaan oleh Hakim pun menerangkan, saat membuat laporan polisi, dirinya hanya menyatakan pelaku dugaan pemalsuan adalah orang yang harus dilidik, tanpa menyebutkan nama siapapun.
Sehingga dirinya amat kecewa dengan adanya pernyataan yang menyebutkan jika dirinyalah yang mempresure polisi untuk menetapkan Ahai sebagai tersangka.
"Gak pernah saya sebutkan siapa pelaku pemalsuan. Jika polisi menetapkan Sutanto alias Ahai sebagai tersangka dalam kasus itu, murni adalah kerja polisi melalui sejumlah rangkaian penyelidikan. Jadi jangan bilang saya yang tekan polisi. Saya hanya masyarakat biasa yang memiliki hak sama dimata hukum, rasanya pernyataan tersebut terlalu berlebihan," urainya.
Usai mendengarkan kesaksian Julianty, Bidkum Polda Sumut kemudian menghadirkan Ari Zona ke hadapan sidang. Ari Zona pun menceritakan kronologis pengambilan SHM 74 dari BPN Asahan yang dilakukan oleh Sutanto alias Ahai. Menurutnya, dalam hal ini, dirinya telah diperiksa puluhan kali oleh polisi.
Penasihat Hukum Sutanto pun tak ingin membuang kesempatan untuk menanyakan sejumlah hal kepada Ari Zona. Salah satunya adalah mengapa SHM 74 dapat dipecah menjadi 4 dan masih menjadi milik Julianty. Sementara saat pemecahan SHM terjadi, di atas lahan tersebut masih ada silang sengketa.
Ari Zona pun menjawab bahwa kala itu dirinya hanya sebagai tim ukur di BPN Asahan. Sementara untuk masalah sengketa ada bidang khusus yang spesial mengurusi masalah itu.
Jawaban Ari Zona ternyata kurang memuaskan bagi Penasihat Hukum pemohon. Akhirnya, Penasihat Hukum pemohon pun terus mencecar pertanyaan. Tetapi lebih mengarah kepada sebuah kebijakan lembaga.
Walhasil, Ari Zona pun sedikit kewalahan dan menyatakan bahwa apa yang ditanyakan, tidak dapat dijawab olehnya, sebab dirinya tidak berwenang untuk itu.
"Sudah 15 tahun saya bekerja di BPN, tapi sepanjang masa kerja saya, baru kali inilah ada kejadian permohonan pembatalan pemecahan SHM," tandasnya.
Pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan oleh Penasihat Hukum pemohon yang lebih mengarah kepada kebijakan dan system yang ada di BPN pun akhirnya membuat termohon, yakni Bidkum Polda Sumut mengajukan keberatan atas pertanyaan Penasihat Hukum pemohon yang dianggap terlalu melebar dan tidak relevan dengan sidang praperadilan.
"Waduh, sepertinya ada pembatasan bagi kami untuk bertanya beberapa hal yang kami anggap penting untuk dapat membuka semua ini," ujar salah seorang anggota Tim Penasihat Hukum pemohon.
Terakhir, Bidkum Polda Sumut sebagai termohon pun memanggil saksi ketiga, yakni penyidik pembantu Subdit I Kamneg Ditreskrimum Polda Sumut, Ipda Reza F Kasbi.
Reza yang duduk sebagai saksi itu pun kemudian dijejali dengan sejumlah pertanyaan oleh Tim Penasihat Hukum pemohon. Dengan gamblang Reza pun menerangkan rangkaian proses penanganan perkara hingga penetapan status tersangka terhadap Ahai. Termasuk mengabulkan hak untuk meminta agar polisi melakukan gelar perkara, khusus yang diajukan oleh Ahai.
Meskipun ada beberapa pertanyaan dari Tim Penasihat Hukum pemohon yang kemudian diajukan keberatan oleh Bidkum Polda Sumut.
Namun Hakim pun melihat bahwa polisi dalam hal ini telah melakukan serangkaian proses perkara dengan cara yang profesional dan telah sesuai SOP.
(dt)