![]() |
Prasasti pembangunan ruang inklusif SMPN 1 Pakantan dan bangunan. |
Metro7news.com|Madina - Warga Kecamatan Pakantan meminta pihak berwenang melakukan audit realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2023 di SMP 1 Negeri Desa Huta Gambir, Kecamatan Pakantan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina).
Warga menduga pembangunan tersebut sarat korupsi pada bangunan fisik serta mobiler ruang laboratorium komputer dan ruang inklusif.
Salah seorang warga Kecamatan Pakantan berinisial K yang meminta identitasnya tak disebutkan, menilai bangunan yang bersumber dari DAK Tahun 2023 dengan nilai hampir 1 miliar di SMP 1 Negeri Pakantan itu diduga kurang maksimal.
“Fasilitas sarana prasarana atau fisik bangunan, hingga mobiler yang bersumber dari DAK Dinas Pendidikan Madina tersebut diduga tak efisien, untuk itu kita meminta pihak berwenang untuk mengaudit guna memastikan kualitas dan keselamatan bangunan,” ungkapnya.
Harapannya Kejaksaan, dan Inspektorat Madina segera mengaudit bagunan fisik dan seluruh itemnya di SMP 1 Pakantan. Karena, secara kualitas bagunan itu terlihat tidak layak.
"Dari pantauan kami warga sini dindingnya itu sudah mulai retak dan itemnya juga diduga banyak yang kurang," ukar K pada wartawan, Senin (21/04/25).
Hasil penelusuran wartawan di SMPN 1 Pakantan, ada ruangan Inklusif dan labutorium komputer itu, keduanya dibangun secara berdampingan.
Dari data yang dihimpun wartawan total tender bangunan fisik beserta itemnya sekitar Rp.765.331.500. Berdasarkan RAB pembangunan ruang laboratorium komputer SMPN 1 Pakantan Rp.475.580.488, yang dikerjakan oleh Cv Lasmana Karya.
Lalu, pembangunan ruang pusat sumber inklusif beserta perabotnya senilai Rp.218.076.283, oleh CV Sepakat Karina. Total realisasi ruang inklusif dan laboratorium serta perabotnya yakni sekitar Rp. 693.656.771.
Sementara, hasil Investigasi wartawan dilapangan, 2 kompresor dan 4 AC terpasang di laboratorium komputer jenis merek Changhong. Berdasarkan data yang diperoleh dijelaskannya ada pengadaan peralatan dan pemasangan AC 1/2 PK ditambah aksesoris Rp. 4.741.920. AC 1 PK ditambah aksesoris keduanya senilai Rp. 22.524.120.
Namun, diduga 2 dari AC tidak dapat difungsikan sebab tidak terhubung dengan mesin kompresor. Selain itu, pekerjaan langit langit harga total Rp37.060.099. Diduga tak sesuai Bestek lantaran sudah mulai rusak.
Sementara itu Kepala Sekolah SMPN 1 Pakantan, Hj. Hermawati, S. Pd menjelaskan, jika pihaknya secara langsung hanya menerima kunci atau secara kontraktual dari Dinas Pendidikan Madina.
Ia mengaku lupa secara rinci apa saja sebelumnya jenis realisasi atau item mobiler bangunan saat itu karena pihak penyedia yang bertanggungjawab hingga bangunan diserahkan pada pihaknya.
"Dasar kedua bangunan itu kami usulkan melalui Dapodik, Kami senang dengan adanya ke 2 bangunan itu, karena sangat membantu untuk proses pembelajaran,” ujarnya.
Namun imbuhnya, terkait bagunan itu kami hanya menerima kunci saja dari dinas, itu semua kontraktor atau pihak ketiga yang mengerjakan, kalau secara rinci apa saja itemnya sudah tak ingatnya.
Terkait ini, Dinas Pendidikan Madina melalui Kabid Dikdas, Riswan didampingi Isa staffnya Senin kemarin, (21/04/25) terkait membenarkan jika bangunan serta mobiler bersumber dari DAK Tahun 2023.
Pihak SMPN 1 Pakantan sebut Isa hanya "menerima kunci" Atau keseluruhan pengadaan, jasa, konstruksi serta lainnya dikerjakan oleh pihak ketiga. Setelah diterima dinas lalu diserahkan ke pihak sekolah.
"Iya benar itu kontraktual, pihak sekolah hanya terima kunci saja. Itu kewenangan PPK, ketika sudah diterima PPK istilahnya dinas lah, itu baru diserahkan pada mereka. Semua yang terkait dengan bangunan serta lainnya sudah dikerjakan oleh pihak ketiga," terang Isa.
Lalu Dinas Pendidikan pun menegaskan, bahwa pihaknya menolak dan tidak menerima jika fisik atau item yang dikerjakan kontraktor asal jadi. Dicontohkan pengadaan kursi ada 4 harus realisasi 4 sama halnya dengan jenis item lainnya.
"Pengadaan wajib semua dengan RAB-nya, kalo misal 4 harus 4 tidak boleh kurang. Nggak bisa kurang, tapi kalo lebih boleh, tapi kelebihan nggak dibayar, kekurangan dikembalikan, seperti itu,” pungkasnya.
Jadi tambahnya, misal sama-sama ada ruang laboratorium komputer di kota dan pelosok, sama itu pagunya nilai kontraknya berbeda. Kemudian, RAB-nya pun bisa berbeda jumlah mobilernya.
"Misalnya di kota bisa di adakan 8 kursi, di pelosokkan nggak sama harganya turun ke 6 bisa jadi begitu, sesuai dengan kemampuan anggarannya itu," bebernya mengakhiri.
(MSU)